Rabu, 08 Februari 2012

Isro' Mi'roj Nabi Muhamad Versi Al Quran

ISRO’ MI’ROJ NABI MUHAMMAD
VERSI ALQURAN


Selama ini keterangan tentang Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad adalah untuk menjemput perintah Shalat. Semua itu berdasarkan keterangan yang bukan wahyu, padahal Nabi Muhammad sendiri senantiasa mengikuti wahyu yang beliau terima.
Mari kita perhatikan Ayat-Ayat berikut :


Surat Al An’am (6) Ayat 50 :15
Katakanlah:”Aku tidak mengatakan padamu bahwa padaku ada perbendaharaan Allah, dan aku tidak mengetahui hal-hal ghoib, dan aku tidak mengatakan padamu bahwa aku malak. Bahwa yang aku ikuti hanyalah apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah:”Samakah yang buta dan yang melihat, tidakkah kamu berpikir ?”



Surat Yunus (10) Ayat 15 :
Dan ketika dianalisakan atas mereka Ayat-Ayat Kami yang menerangkan (nyata), berkatalah orang-orang yang tidak berharap pertemuan dengan Kami :Datangkan AlQur’an selain ini, atau gantilah dia.”Katakanlah :Tiadalah bagiku untuk menggantinya dari yang sampai pada diriku, bahwa ”yang aku ikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku, aku cemas (kawatir) jika aku mendurhakai (menyanggah) Tuhanku, siksaan pada Hari yang besar (di Akhirat).

Surat Al Ahqaaf (46) Ayat 9

Katakanlah :”Bukanlah aku mengada-ada (bid’ah = perkara baru) dari Rasul-Rasul itu, dan aku tidak mengetahui apa yang dilakukan padaku dan juga kepadamu. Bahwa yang aku ikuti kecuali yang diwahyukan kepadaku. Dan tidaklah aku melainkan pemberi peringatan nyata.


Surat Al Ahqaaf (46) Ayat 10 :
Katakanlah :”Tidakkah kamu perhatikan, bahwa dia dari Allah, dan kamu mengingkarinya, sedang penyaksi dari Bani Israil telah membuktikan atas persamaannya lalu beriman, sedang kamu menyombongkan diri ?” Sesungguhnya Allah tidak menunjuki kaum yang dzalim.

Ayat-Ayat diatas dapat dipahami sbb. :

1) Nabi tidak memiliki perbendaharaan Allah, tidak mengetahui hal ghoib, dan juga bukan malak (penguasa), sehingga tidak mungkin berani membuat keterangan yang berlawanan dengan wahyu yang diterimanya. Bahkan menyatakan bahwa yang diikuti hanyalah wahyu yang diterimanya. Samakah orang buta dan melihat, tentu tidak sama. Kalu memang kamu tidak buta, bahwa yang diikuti Nabi adalah wahyu ( 6/50).

2) Kalaupun ada orang yang menginginkan agar Nabi menggantinya selain AlQur’an itu, maka tidak berani karena takut atau cemas pada siksaan besar nanti di Akhirat, maka yang diikuti hanyalah wahyu yang diterima. Itu artinya tidak mungkin Nabi berani menyusun keterangan susunannya sendiri yang tidak sama dengan wahyu yang diterima (10/15).

3) Muhammad selaku Rasul dan Nabi tidak pernah mengada-ada atau bid’ah, dari apa yang disampaikan, sama dengan apa yang disampaikan oleh semua Rasul. Bahkan dirinya tidak mengetahui apa yang diperbuat Allah untuk dirinya maupun untuk ummatnya, yang diikuti hanyalah wahyu yang diterima berupa AlQur’an. (46/9).

4) Lalu kita diperintah untuk memperhatikan, bahwa Ayat-Ayat itu dari Allah, tapi justru kamu malah mengingkarinya. Padahal penyaksi dari Bani Israil telah membuktikan bahwa AlQur’an itu sama dengan Kitab mereka, lalu mereka beriman, tetapi kamu malah menyombongkan diri, maka ketika itu yang demikiaan termasuk dzalim (46/10).

Untuk tegasnya perhatikan Ayat berikut :




Surat Saba’ (34) Ayat 49 – 50 :
 (49) : Katakanlah :Telah datang yang hak (logis/benar), tidak memulai yang bathil dan tidak ber-ulang.

 (50) : Katakanlah :Jika aku sesat maka aku sesat atas diriku, dan jika aku mendapat petunjuk, karena dengan yang diwahyukan Tuhanku kepadaku. Sesungguhnya DIA maha mendengar lagi dekat.”



Surat Yunus (10) Ayat 108 :
Katakanlah :Wahai manusia, sungguh telah datang kepadamu yang hak (logis/benar) dari Tuhanmu. Maka siapa yang mendapat petunjuk, sesungguhnya petunjuk untuk dirinya, dan siapa yang sesat, maka sesungguhnya sesat atasnya. Dan tidaklah aku atasmu sebagai wakil.”

Nabi sendiri sebagai penerima yang hak yaitu AlQur’an diperintah untuk mengatakan, bahwa kalau sesat juga untuk dirinya sendiri dan kalau mendapat petunjuk karena wahyu AlQur’an yang diterimanya. Karena itu benarlah bahwa Muhammad selaku Rasul petunjuknya adalah AlQur’an saja (34/50).

Seluruh manusia telah diberikan atau di datangkan yang hak berupa AlQur’an, maka siapa yang mendapat petunjuk maka petunjuk untuk dirinya, dan siapa yang sesat juga untuk dirinya sendiri, sedang Rasul itu hanyalah bertugas menyampaikan dan bukan mewakili kaumnya (10/108).

Cukup jelas dan masih banyak Ayat-Ayat lain yang senada dengan itu, bahwa memang Muhammad selaku Rasul tidak pernah membuat keterangan apapun selain wahyu yang diterimanya. Karena itu, keterangan tentang Isra’ Mi’raj yang dinyatakan sebagai menjemput perintah Shalat, marilah kita teliti keterangan itu lalu di cross check dengan AlQur’an yang berfungsi sebagai furqon.

Perhatikan Ayat berikut ini dengan cermat ;

Surat Adz Dzariyat (51) ayat 56 :


Artinya :
Tidaklah Kami ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menyembah (mengabdi) kepada-KU.

Memang sejak semula Allah menciptakan manusia itu agar menyembah kepada Allah yang menciptakan. Menyembah ,maka Allah mengistilahkan SHALAT. Maka Shalat merupakan kegiatan tertentu yang hanya ditujukan kepada Allah saja. Dari Ayat tersebut dapatlah dimengerti bahwa sejak Allah menciptakan manusia, dulunya sudah ada perintah Shalat dengan maksud melakukan kegiatan menyembah Allah.

Sambung-menyambung Allah selalu mengutus seorang Rasul agar menjelaskan dan mengajarkan bagaimana melakukan Shalat. Namun dalam sejarahnya diungkapkan bahwa sejak dari dulu banyak manusia yang menyanggah/ menentang Rasul yang menerangkan perintah Allah. Maka tercatat dalam sejarah bahwa banyak orang zaman dulu yang mendapatkan adzab dari Allah karena mendustakan Ayat-ayat Allah yang disampaikan oleh Rasul.

Selanjutnya perhatikan Ayat-ayat berikut untuk bahan penganalisaan :

Surat Ali Imron (3) ayat 19 :



Artinya :
Bahwa Diin (Agama) pada sisi Allah adalah Islam, dan tidaklah berselisih orang-orang diberi Kitab kecuali sesudah sampai kepada mereka ilmu, tersebab kedengkian diantara mereka. Siapa yang kafir pada Ayat-ayat Allah, maka Allah cepat dalam perhitungan.

Surat Ali Imron (3) ayat 83 :


Artinya :
Apakah selain agama Allah yang mereka cari ? padahal bagi-Nya telah Islam orang-orang yang di Samawat dan Bumi secara patuh dan terpaksa dan kepada-Nya mereka akan dikembalikan.

Surat Ali Imron (3) ayat 84 :

Artinya :
Katakanlah :”Kami beriman kepada Allah dan apa-apa yang diturunkan atas kami (Al Qur’an) serta apa yang diturunkan atas Ibrahim dan Ismail dan Ishak dan Yakub dan Asbath, serta apa-apa yang didatangkan kepada Musa dan Isa dan Nabi-nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak memisahkan (membedakan) seorangpun dari mereka dan kami Islam untuk-Nya.

Surat Ali Imron (3) ayat 85 :

Artinya :
Siapa yang mencari agama selain Islam, tidaklah akan diterima dari padanya, dan di Akhirat termasuk orang-orang yang rugi.

Surat Al Maidah (5) ayat 50 :



Artinya :
Apakah Hukum jahiliyah yang mereka cari ? Siapakah yang lebih baik daripada Allah tentang hukum bagi kaum yang yakin ?

Agama yang dari Allah itu adalah Islam, berarti selain Islam bukanlah Agama Allah, maka siapapun yang mencari agama selain Islam jelas ditolak oleh Allah, karena agama yang selain Islam itu berarti adalah rumusan manusia itu sendiri.

Di seluruh jagad raya ini yang terdiri milyaran Tata Surya, dimana Allah memberikan ajaran agama yang sama yaitu Islam, baik manusia yang di Bumi maupun yang ada di Samawat mestinya yang diplanet-planet itu, juga banyak yang Islam baik secara patuh maupun secara terpaksa.

Kalau orang mau memperhatikan Surat Ali Imron (3) ayat 83 tersebut di atas, ternyata di planet-planet selain Bumi ini telah berkembang Agama Islam yang dianut oleh masyarakat manusia yang ada di sana. Keadaan masyarakat yang ada di sana pun ternyata sama dengan yang ada di Bumi ini, terbukti ada yang Islam sungguh-sungguh dan ada juga Islam yang tidak sungguh-sungguh dengan istilah terpaksa. Di Bumi inipun juga banyak yang seperti itu.

Istilah DIIN banyak terkandung dalam Al Qur’an yang kemudian diartikan AGAMA, dimana agama merupakan pegangan hidup bagi manusia. Dalam agama itu mengandung dua unsur yaitu HUKUM dan PENGABDIAN. Hukum adalah suatu ketentuan atau aturan yang ditentukan Allah dan diberlakukan untuk manusia agar dilaksanakan. Dan siapa tidak mentaati Hukum itu dalam arti menentang, maka mereka akan mendapatkan sanksi.

Pengabdian dimaksudkan agar manusia yang diberi Hukum itu mengabdi kepada Allah berdasarkan ketentuan Hukum yang ditentukan oleh Allah. Semua ketentuan Hukum Allah itu disampaikan oleh seseorang yang diutus yang disebut Rasul. Rasul adalah seseorang yang ditugaskan dan sekaligus juga sebagai pelaksana Hukum itu, dengan pelaksanaan apa adanya sesuai dengan yang Allah perintahkan tidak menambah dan tidak mengurangi. Maka akan selamat orang-orang yang ikut Agama atau Diin Allah, dan akan celaka bahkan sengsara orang yang mengikuti agama rumusan manusia.

Hanya ISLAM-lah agama yang kokoh, logis, ilmiah, berkesinambungan, bisa dijelaskan kebenarannya dari segala aspek hukumnya, bukan dari Nabi dan Rasul, tapi dari Allah, tanpa perubahan dan permanen sepanjang zaman, bisa dipertanggung jawabkan.

Kalau kita mendapatkan sekelompok masyarakat Islam yang peradabannya masih rendah dibanding dengan masyarakat kafir, jangan buru-buru memvonis bahwa Islam itu ketinggalan. Tetapi silahkan diteliti dengan cermat kelompok masyarakat Islam itu, benarkah Hukum Islam telah diterapkan pada kelompok masyarakat Islam itu ?. Sudahkan Hukum Al Qur-an diterapkan di sana??. Jika orang mau meneliti secara cermat pasti tidak satupun DALIL AL QUR’AN yang diterapkan di tempat itu, dan pastilah banyak dalil-dalil rumusan manusia yang tidak logis dan bahkan bertentangan dengan Al Qur’an yang justru dikedepankan, padahal kebenarannya relatif.

Padahal Islam itu identik dengan Al Qur’an. Al Qur’an itu ilmiah, logis, universal, lengkap, sempurna, permanen, tanpa rubah, tinggi, tanpa tanding, kokoh dan perkasa. Sementara penganut Islam yang ada masih memiliki kesadaran yang masih variable. Orang Islam sendiri sering mengatakan bahwa Al Qur’an itu lengkap, sempurna, dan merupakan petunjuk, tetapi mereka sementara hanya percaya dalam pengakuan dan belum mampu membuktikan kebenarannya.

Shalat adalah arti yang khusus dalam Al Qur’an berupa abstract noun dari kata kerja Shallah. Orang yang melakukannya disebut “Mushaliin” tercantum dalam Al Qur’an pada Surat Al Ma’arij (70) ayat 22, Surat Al Mudatsir (74) ayat 43, dan Al Ma’uun (107) ayat 4. Sedangkan tempat untuk melakukan Shalat disebut Musalla tercantum pada Surat Al Baqarah (2) ayat 125.

Istilah Shalat banyak didapatkan dalam Al Qur’an (71 Ayat), yang antara lain tercantum dalam Surat/ayat sebagai berikut :
QS 2:3, QS 2:43, QS 2:45, QS 2:83, QS 2:110, QS 2:153, QS 2:177, QS 2:238, QS 2:277, QS 4:43, QS 4:77, QS 4:101, QS 4:102, QS 4:103, QS 4:142, QS 4:162, QS 5:6, QS 5:12, QS 5:55, QS 5:58, QS 5:91, QS 5:106, QS 6:72, QS 6:92, QS 7:170, QS 8:3, QS 8:35, QS 9:5, QS 9:11, QS 9:18, QS 9:54, QS 9:71, QS 9:103, QS 10:87, QS 11:87, QS 11:114, QS 13:22, QS 14:31, QS 14:37, QS 14:40, QS 17:78, QS 17:110, QS 19:31, QS 19:55, QS 19:59, QS 20:14, QS 20:132, QS 21:73, QS 22:35, QS 22:41, QS 22:78, QS 23:3, QS 24:37, QS 24:41, QS 24:56, QS 24:58, QS 27:3, QS 29:45, QS 30:31, QS 31:4, QS 31:17, QS 33:33, QS 35:18, QS 36:29, QS 42:38, QS 58:13, QS 62:9, QS 62:10, QS 70:23, QS 73:20, dan QS 98:5. ( QS 2:3...maksudnya;Quran Surat no 2 ayat 3 )

Shalat adalah suatu kegiatan yang diperintahkan oleh Allah untuk Allah dengan cara-cara tertentu sesuai yang dicontohkan Nabi. Maka Shalat berarti MEMULIAKAN ALLAH dan kegiatan itu hanya ditujukan khusus untuk Allah saja dan tidak boleh ditujukan kepada selain Allah.

Maka istilah SHALAT sebenarnya tidak boleh diartikan “sembahyang” karena dia adalah “menyembah sang Hiang” yang berasal dari ajaran lain. Maka Shalat tidak boleh diterjemahkan kepada bahasa apapun, dan memang tidak ada istilah lain yang persis artinya dengan Shalat. Maka yang tepat Shalat ya harus diartikan Shalat yang merupakan bahasa baku dari Allah.

Namun demikian pengertian tentang Shalat itu ternyata sampai saat ini masih terjadi adanya perbedaan pemahaman, dimana di satu pihak berpendapat bahwa Shalat baru dilaksanakan setelah Nabi mengalami Mi’raj. Hal ini seolah-olah sebelum Mi’raj itu Nabi belum melakukan Shalat, dan mungkin juga Nabi-Nabi zaman dulu dianggap belum melakukan Shalat. Kalaupun ada yang mengatakan bahwa Nabi-Nabi zaman dahulu Shalat, dianggapnya Shalatnya berbeda dengan Shalat yang kita lakukan sekarang ini. Padahal Al Qur’an menyatakan sejak awalnya Allah menciptakan jin dan manusia hanyalah untuk menyembah-Nya berarti penyembahan kepada Allah hanyalah dengan Shalat sebagaimana yang kita lakukan sekarang ini. Akan tetapi orang berusaha menyanggah hal itu, bahwa Shalat Nabi-nabi zaman dulu dianggapnya tidak sama dengan Shalatnya Nabi Muhammad


.....................................................ada lanjutannya.................................................................